Minggu, 20 Desember 2009

Metode Testimoni

MENGAMBIL HIKMAH DIBALIK BENCANA
MELALUI TESTIMONI

A. Pendahuluan
Luasnya ilmu menjadi hambatan yang sangat besar dalam mengajarkan PAI. Hal ini dikarenakan keterbatasan jam pelajaran yang ada. Ilmu PAI idealnya diajarkan 40 jam pelajaran dalam seminggu. Hal ini hanya cocok di pesantren yang hampir semuanya mempelajari PAI. Sementara di sekolah atau madrasah hanya 2 jam sampai 10 jam pelajaran dalam seminggu. Oleh karenanya tidak mungkin dapat mempelajari PAI secara keseluruhan.
Hambatan tersebut memunculkan ide dalam pembelajaran PAI di sekolah atau madrasah. Salah satu idenya adalah dengan cara mengajarkan nilai atau pengamalan PAI. Jadi, bukan ilmunya yang dipelajari tapi pengamalannya yang dipelajari. Dengan demikian, beban belajar PAI tidak lagi menjadi berat. Siswa dapat langsung menerapkan nilai-nilai keislaman dalam kehidupan sehari-hari.
Makalah ini mencoba membahas tentang sebuah cara mengajarkan nilai pada siswa, yaitu melalui testimoni. Ini diambil dari pengalaman saya ketika mengajarkan Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) Kelas IX tentang Bencana. Tapi saya yakin dapat diterapkan pada pelajaran PAI.
B. Tentang Testimoni
Saya pertama kali mendengar kata ‘testimoni’ dari Ustadz Yusuf Mansur. Beliau mengajarkan sedekah kepada jamaah antara lain dengan menceritakan testimoni. Dan ternyata di situsnya, wisatahati.com, beliau mengumpulkan banyak testimoni dari jamaah yang merasakan manfaat dari sedekah. Beliau juga banyak bersilaturahmi kepada guru, ustadz, kiai untuk mendapatkan berbagai pengalaman. Jadi, saya menyimpulkan bahwa testimoni adalah pengalaman nyata yang dituliskan dalam bentuk cerita.
Metode inilah yang saya gunakan untuk mengajarkan penyebab bencana kepada siswa. Saya yakin bahwa siswa pasti pernah mengalami bencana/musibah. Dari sanalah, saya mengumpulkan berbagai pengalaman atau testimoni bencana dari siswa. Kemudian, siswa disuruh menarik hikmah dari bencana yang dialami.
C. Belajar dengan Testimoni
Pada materi sebelumnya, para siswa telah diberikan pengetahuan tentang bencana. Siswa diajarkan bahwa bencana tidak hanya berupa gunung meletus, gempa bumi, tanah longsor, banjir, atau tsunami. Bencana dapat berupa kebodohan, kemiskinan, kecelakaan, dan kematian. Bahkan bencana terbesar dalam hidup kita adalah ketika kita mati dalam keadaan su’ul khotimah atau mati ketika kita berbuat maksiat.
Saya memberikan contoh terlebih dahulu tentang testimoni bencana yang pernah saya alami:
“Saya biasa mengantarkan ibu saya ke kantor menggunakan sepeda motor. Pada suatu hari, saya mengendarai motor dengan cepat. Ketika menyalip mobil elf, saya tidak tahu bahwa di depan elf ada motor lain yang akan belok. Menghindari tabrakan, saya mengerem motor. Ternyata remnya sedikit blong, saya dan ibu saya terjatuh. Syukurnya, ibu tidak mendapatkan luka yang berarti. Saya mendapatkan beberapa luka lecet di dada dan kaki disertai sakit pegal di seluruh tubuh.”
Kemudian saya menyampaikan beberapa hikmah dari kecelakaan yang saya alami:
1. Berdo’alah minta keselamatan ketika berkendaraan.
2. Periksa motor sebelum berangkat.
3. Jangan kebut-kebutan, karena kalau ngebut motor tidak terkendali.
4. Mengendarai motor harus waspada dan hati-hati.
Setelah bercerita, saya menyuruh siswa menulis testimoni di selembar kertas. Agar siswa tidak malu, saya menyuruh siswa tidak mencantumkan namanya di kertas. Kalau sudah, kertas tersebut dikumpulkan. Siswa mulai menuliskan testimoni bencana yang dialaminya. Para siswa kelihatan berpikir mengingat-ingat kembali bencana yang pernah menimpanya. Saya memperhatikan siswa dengan seksama. Saya sangat senang melihat siswa saya mengerjakan testimoni dengan serius.
Beberapa lama kemudian, siswa yang sudah selesai membuat testimoni mulai mengumpulkan. Setelah kumpul semuanya, saya mencoba membaca beberapa testimoni. Berikut saya kutipkan beberapa testimoni bencana dari siswa saya. Mudah-mudahan ada hikmahnya bagi kita semua.
Waktu kemaren aku lupa belajar dan mengerjakan PR, dan keesokan hari aku pun pergi ke sekolah. Sesampainya di sekolah akupun diberi tahu bahwa sekarang ulangan, akupun langsung terkejut dan aku langsung membuka-buka buku.
Namun, waktu aku mau membuka buku dan belajar, gurunya sudah terlanjur masuk. Dan gurunya pun langsung memberikan soal-soal buat ulangan, aku terkejut setelah aku diberikan soalnya. Saat aku membaca soalnya, ternyata soal-soalnya belum aku pelajari sehingga aku hanya mengisi soalnya dengan sembarangan.
Dan pada saat diperiksa, aku mendapat nilai yang sangat rendah dan akupun diHER. Mulai saat itu aku berpikir bahwa aku harus lebih giat belajar sehingga aku tidak mendapat nilai yang jelek. Hhe …
Hikmah:
Aku tidak boleh males belajar lagi,
Aku harus lebih giat belajar lagi supaya saat ulangan aku mendapat nilai yang bagus.
Jangan merasa diri kita itu yang paling pintar. Walaupun sudah pintar, kita harus tetap belajar.

Dulu waktu saya kelas 7, saya di kelas orang yang paling rajin sekolah dan belum pernah bolos. Saat itu saya bilang ke teman-teman saya Hai… teman lihat aku dong aku selama ini belum pernah bolos, meskipun di kelas banyak orang yang sakit.
Setelah saya bilang begitu ke teman-teman saya, ternyata besoknya saya sakit (panas, batuk). Dan akhirnya saya tidak masuk sekolah selama 4 hari. Setelah saya sudah sembuh dan saya kembali berangkat ke sekolah, teman-teman saya mentertawakan saya, bahkan ada yang bilang mangkanya kamu itu jangan sombong kalau sombong pasti ada akibatnya. Dari situ saya berfikir, oh… iya saya sombong sekali saat itu mangkanya saya kena akibatnya. Lain kali saya tidak akan begitu lagi soalnya saya takut kena akibatnya.

Pada hari Jum’at saya dan teman-teman saya sudah pulang sekolah. Pada saat itu saya diajak teman-teman ke sawah dan di sawah saya dan teman-teman membakar singkong dan lupa bersolat Jum’at. Setelah itu saya dan teman-teman mandi di sungai. Setelah kedinginan saya pulang bersama teman-teman. Pas lagi di jalan ada mobil yang mau pulang ke desa dan saya menaiki mobil itu. Waktu saya lompat-lompat di mobil tu, mobil itu menikung tajam sekali lalu saya terlempar dari mobil itu bersama teman saya yang bernama Sutisna dan Sutisna pun tergeletak bersama saya. Sutisna mengalami kepalanya bocor dan saya mengalami kecelakaan di tangan kanan. Sekarang pun lukanya masih ada.
Hikmah: menyesal karena tidak berjum’atan.

Pada waktu saya mau nonton TV saya tidak sadar kalau tangan saya basah dan kabelnya terkelupas sedikit. Pada waktu mau nyolokin kabel TV saya langsung tersengat listrik dan tangan saya sedikit luka. Dan langsung saja saya bantingin kabel itu.
Hikmah: kita jangan teledor pada saat mau nyolokin kabel dan juga kita harus mengelap tangan yang basah dan melihat apakah kabel itu terkelupas/tidak.

Sewaktu saya diberi pengumuman oleh guru bahwa 2 hari lagi akan ulangan saya masih merasa tenang karna waktu 2 hari itu cukup untuk saya menghafal. Saya bercerita kepada ibu saya bahwa saya akan ulangan nanti. Orang tua saya mengatakan bahwa saya belajar mulai dari sekarang. Tetapi saya merasa hal itu mudah bagi saya dan saya meremehkan hal itu. Ibu saya bilang ‘nanti nilai kamu kecil’ tetap saja saya tidak menghiraukan. Hingga pada hari itu waktu ulangan saya belum pernah menghafal. Akhirnya saya mendapat nilai kecil.
Hikmah:
Jangan meremehkan sesuatu hal, tidak mendengarkan orang tua.
Berdoa kepada Allah SWT supaya diberi kemudahan dalam belajar. Dan penuh semangat dan niat dalam belajar.

D. Penutup
Itulah beberapa testimoni dari siswa saya tentang bencana yang dialaminya. Siswa dapat menuliskan cerita dan dapat mengambil hikmah dari bencana yang dialaminya. Saya berpendapat bahwa testimoni tersebut dapat menjadi bahan berbagi pengetahuan antarsiswa atau bahkan bagi guru sendiri.
Ternyata kita dapat berbagi cerita dan hikmah dari pengalaman yang dialami oleh kita, siswa kita, dan dari siapa saja. Experience is the best teacher, pengalaman adalah guru yang terbaik. Dan guru yang terbaik bagi siswa kita adalah pengalaman mereka sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar